Asuhan Keperawatan pada Pasien Ifusi Pleura

BAB I

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang

Untuk kelangsungan hidup manusia butuh bernafas. Sistem pernsfasan sangat penting di mana terjadi pertukaran oksigen (O2) dan (CO2) salah satu organ yang sangat membutuhkan dan peka terhadap kekurangannya. Tidak adanya oksigen dalam tiga menit akan mengakibatkan seseorang kehilangan kesadaran. Lima menit tidak mendapatkan oksigen sel otak akan rusak secara ireversibel (tidak bisa kembali atu di perbaiki). (Irianto, 2013, hal. 229)

 Adapun gangguan yang terjadi pada sistem pernafasan yaitu Efusi Pleura. Yaitu penumpukan cairan pada rongga pleura. cairan pleura normalnya terusmenurus merembes ke dalam rongga dada dari kapiler-kapiler yang membatasi pleura parietalis dan diserap ulang oleh kapiler dan sistem  limfatik pleura viser alis. (Black & Hwaks, 2014, hal. 353)

  • Batasan masalah

Batasan masalah di dalam makalah ini dibatasi pada definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, klasifikasi, komplikasi dan asuhan keperawatan pada efusi pleura

 

  • Rumusan Masalah
  • Apa itu efusi pleura
  • Apa yang dimaksut Etiologiefusi pleura
  • Apa Manifetasi efusi pleura
  • Apa yang dimaksut Pathogenesis/patofisiologi
  • Apa Komplikasi efusi pleura
  • Konsep Asuhan Keperawatan

1.4 Tujuan

Kusus

Untuk memenuhi tugas keperatan medikal bedah semester tiga

Umum

Untuk mengetaui pengertian, etiologi, manifetasi , patofisiologi, dan konsep asuhan keperawatan  pada pasien efusi pleura.

 

BAB  II

TINJAUAN PUSTAKA

  1. Konsep Penyakit
  2. Definisi

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan pada pleura yang terletak di antara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 212)

efusi pleura adalah penumpukan cairan pada rongga pleura. cairan pleura normalnya terusmenurus merembes ke dalam rongga dada dari kapiler-kapiler yang membatasi pleura parietalis dan diserap ulang oleh kapiler dan sistem  limfatik pleura viser alis. (Black & Hwaks, 2014, hal. 353)

Kesimpulan dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan efusi pleura adalah penumpukan cairan dalam rongga diafragma dari kapiler-kapiler yang membatasi pleura parietalis dan di serap ulang oleh kapiler dan sistem  limfatik pleuraviseralis

  1. Etiologie fusi pleura

Kelainan pada pleura hamper selalu merupakan kelainan sekunder. Kelian primer pada pleura hanyaada 2 macam, yaitu:

  • Infeksi kuman primer intra pleura
  • Tumor primer pleura (Somantri, 2012, p. 106)

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk,cairan pleura di bagi menjadi transudat,eksudat,hemoragi.

  • Transudat dapat di sebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindrom nefkrotik, asites (oleh karna sirosis hepatis), sindrom fena kava superior, tumor, dan sindrom meigs.
  • Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infrak paru, radiasi, dan penyakit kolagen
  • Efusi hemoragi dapat di sebabkan oleh adanya tumor, trauma, infrak paru, dan tuberculosis. (Muttaqin, 2012, p. 126):

 

 

 

 

 

  1. Manifetasi
  • Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karna pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak nafas.
  • Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subvebril (tuberkulosisi). Banyak kringat, batuk, banyak riak
  • Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleura yang sangat siknifikan.
  • Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karna cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernafasan, fremitus melemah (raba dan fokal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
  • Didapati segitiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani di bagian atas garis ellis domiseu. Segitiga grocco-rochfusz, yaitu daerah pekak karna cairan mendorong mediastinum ke sisi lain pada auskulasi daerah ini didapati faskuler melemah dengan ronki
  • Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 113)
  1. Pathogenesis/patofisiologi

Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi seperti adanya gangguan dalam reabsorbsi cairan pleura (misalnya adanya tumor) peningkatan produksi pleura (misalnya akibat infeksi pada pleura). Sedangkan secara patologis efusi pleura terjadi di karnakan kedaan-keadaan seperti:

  • Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung);
  • Menurunya tekanan osmotickoloid plasma (misalnya hipoproteinemia)
  • Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya) infeksi bakteri
  • Berkurangya absorbsi limfatik (Somantri, 2012, p. 107)

 

 

 

 

 

Penyebab efusi pleura dilahat dari jenis cairan yang di hasilkanya adalah sebagai berikut.

  1. Transudat
  • Gagal jantung, sirosis hepatis dana sites, hipoproteinemia pada nefkrotik sindrom, obstruksi venakafa superior, pasca bedah abdomen, dealisis peritoneal, dan atelectasis akut.
  1. Eksudat
  2. Infeksi (pneumonia,TBC,virus,jamur,parasit,abses).
  3. Neoplasma (CA.paru,metastasis,limfoma,leokimia).
  4. Emboli/infrakparu
  5. Penyakit kolagen (SLE,reomatoidartritis).
  6. Penyakit gastrointestinal (pangkreatitis,ruptur esophagus, abseshati).
  7. Trauma (hemotorak khilotorak). (Somantri, 2012, p. 107)

 

Patofisiologis:

Normalnya hanya tedapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga tetap, karna adanya tekanan hedrostatis pleura parietalis sebesar 9cm H2o. akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotic koloid menurun (misalnya pada penderita hipoalbumenemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya hidrostatis akibat kegagalan jantung) dan tekanan negative intra pleura apabila terjadi atelektsis paru. (Muttaqin, 2012, p. 126)

 

Efusi pleura berarti terjadi penumpukan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan proses akumulasi cairan di rongga pleura terjadi akibat beberapa proses yang meliputi. (Muttaqin, 2012, p. 127)

  1. Adanya hambatan drenase limfatik dari rongga pleura.
  2. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan periver menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan kedalam rongga pleura
  3. Menurunya tekanan koloid osmotic plasma juga memungkinkan terjadinya transudesi cairan yang berlebihan
  4. Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan pecanya membrane kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan kedalam rongga secara cepat (Muttaqin, 2012, p. 127)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. Pathways

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 216)

 

 

  1. Komplikasi

Menurut (Jeffery & Scott, 2012, hal. 138). Komplikasi yang bisa terjadi antra lain :

  1. Pasien dapat di pulangkan pada efusi yang kecil dengan penyebab yang telah di ketahui, gejala yang minimal, dan tanpa tanda gangguan respirasi
  2. Pasien perlu di rawat di rumah sakit pada kasus dengan etiologi yang belum di ketahui, etiologi atau komorbiditas yang mendasarinya memerlukan perawatan di rumah sakit, adanya hipoksia atau ganguuan fungsi respirasi, atau empiema
  3. Pasien dengan ganguuan hemodinamik atau respirasi yang berat perlu di rawat di ICU

 

  1. KOSEP ASUHAN KEPERAWATAN
  2. Pengkajian
  3. Biodata

Sesuai dengan etiologi penyebabnya, efusi pleura dapat timbul pada seluruh usia. Status ekonomi (tempat tinggal) sangat berperan terhadap timbulnya penyakit ini terutama yang didahului tuberculosis paru. Klien dengan tuberculosis paru sering ditemukan di daerah padat penduduk dengan kondisi sinitasi kurang. laki-laki dan perempuan berpotensi terkena efusi pleura dan usia Dimana jumlah sampel berusia 15-19 tahun sebanyak 6 orang (4,4%), usia 20-29 tahun sebanyak 21 orang (15,4%), usia 30-44 tahunsebanyak 27 orang (19,9%), usia 45-59 tahun sebanyak 44 orang (32,4%), usia 60-74 tahun sebanyak 35 orang (25,7%), dan usia >75 tahun sebanyak 3 orang (2,2%).  (Somantri, 2012, p. 109)

  1. Riwayat kesehatan saat ini
  2. Keluhan utama

Kebanyakan efusi pleura bersifat simptomatik, gejala yang timbul sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Pneomonia akan menyebabkan demam, menggigil dan nyeri pleuritik, ketika efusi sudah membesar dan menyebar kemungkinan timbul dispenea dan batuk. Efusi pleura yang besar akan mengakibatkan nafas pendek. Tanda fisik meliputi deviasi trakea yang menjauhi sisi yang terkena,dullnesspadaperkusi, dan penurunan bunyi pernafasan pada sisi yang terkena (Somatri, 2012, p. 109)

  1. Riwayat kesehatan dahulu

klien dengan efusi pleura trauma akibat adanya infeksi nonpleura biasanya mempunyai riwayat penyakit tuberculosis paru (Somatri, 2012, p. 110)

  1. Riwayat kesehatan keluarga

tidak di temukan data penyakit yang sama ataupun di turunkan dari anggota keluaga yang lain terkecuali penularan infeksi tuberculosis   yang menjadi factor penyebab timbulnya efusi pleura (Somatri, 2012, p. 110)

  1. Pemeriksaan fisik
  2. Kesadaran umum

Penderita efusi pleura  biasanya akan mengalami keluhan batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, resa berat pada dada, dan berat badan menurun. (Muttaqin, 2012, hal. 129)

  1. tanda-tanda vital :
  2. Tekanan dalam batas normal (128/80mmHg)
  3. Nadi pendirita efusi pleura lebih dari 100kali/menit
  4. RR meningkat >24 kali/permenit
  5. BB menurun
  6. Suhu meningkat lebih dari dari 37,5°C (Somatri, 2012, p. 68)
  7. Pemeriksaan menurut body sistem
  8. Sistem Pernafasan

Gejala: kesulitan bernafas, batuk , riwayat bedah dada atau trauma

Tanda: takipnea, penggunaan otot aksesori pernafasan pada dada, retraksi interkostal, bunyinapas menurun dan fermitus menurun (pada sisi terlibat), perkusi dada: hiper resonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan.

Obserfasi dan palpasi: gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). (Padila, 2012, hal. 124 – 125)

  1. Sitem Kardiovaskuler

Inspeksi pada letak icius cosdis normal yang berada pada ICS 5 pada linea medioclaviculauskiri sebelah 1 cm, palpasi frekuensi jantung dan teratur tidaknya denyut jantung, perkusi terdengar suara pekak adanya pergeseran jantung karena pendorongan cairan efusi pleura dan auskultasi bunyi jantung I dan II tunggal atau  galop dan bunyi jantung III gejala payah jantung serta adanya murmur. (Muttaqin, 2012, hal. 130)

  1. Sistem Persarafan

Inspeksi tingkat kesadaran pada pemeriksa GCS dalam keadaan composmentis, somnolen atau koma (Muttaqin, 2012, hal. 130)

  1. Sistem perkemihan

Pengukuran volume output urine dilakukan dalam hubungannya dengan intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria, karena itu merupakan tanda awal syok. (Muttaqin, 2012, hal. 130)

  1. Sistim pencernaan

terjadinya mual dan penurunan napsu makan pada pasien (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 216) dan (Muttaqin, 2012, hal. 130)

  1. Sistem intergumen

Pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan. (Padila, 2012, hal. 125)

  1. Sistem muskuloskeletal

Diperhatikan apakah ada edema peritibial, feel kepada kedua ekstremitas dan kekuatan otot, antara bagian kiri dan kanan (Muttaqin, 2012, hal. 130)

  1. Sistem endokrin

Tidak di temukannya gangguan sitem endokrin (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 216)

  1. Sistem reproduksi

Tidak di temukannya gangguan atau gejala pada sistem reproduksi (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 216)

  1. Sistem pengindraan

Tidak ditemui adanya kerusakan pada penglihatan, pendengaran, penciuman, dan pengecapan  (Muttaqin, 2012, hal. 130)

  1. Sistem imun

Peningkatan tekanan kapiler subpleura atau limfatik (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 212)

  1. pemeriksaan penunjang
  2. a. Sinartebus dada

permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah interal lebih tinggi dari pada medial. bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang bisa berasal dari luar atau dari dalam paru-paru itu sendiri

hal ini yang dapat terlihat dalam foto dada efusi pleura adalah terdorongnya mediastinum pada sisis yang berlawanan dengan cairan, mediastinum akan tetap pada tempatnya. (Somatri, 2012, hal. 110)

  1. Thorakosintesis

Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostikmaupun terapeutik. torakosintesis sebaiknya di lakukan pada posisi duduk. lokasi aspirasi adalah pada bagian bawah paru di sela iga ke-9 garis aksila posteriordengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1.000-1.500cc pada setiap kali aspirasi. jika aspirasi dilakukan sekaligus dalam jumlah bannyak, maka akan menimbulkan syok pleura (hipotensi) atau edema paru. edema paru terjadi karena paru-paru terlalu cepat mengembang (Somatri, 2012, hal. 110)

 

  1. Penata laksanaan

Penata laksaan pada pleura antara lain

  1. Tirah baring

Bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karna peningkatan aktifitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispneu akan semakin meningkat pula.

  1. Thorakosentesis

Drenase cairan jika efusi pleura menimblkan gejala subjektif seperi nyeri dispneu, dan lain-lain cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu di kluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru . jika jumlah efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat di lakukan 1 jam kemudian .

  1. Antibiotik

Pemberian anti biotik apabila terbukti terdapat adanya infeksi. Anti biotik diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman. antibiotik yang di gunakan adalah doxycyline, golongan ati biotik tetrasiklin, dosis yang di berikan jika enfeksi biasa adalah: 200 mg sebanyak 1 kali. Dilanjutkan dengan 100 mg per hari.

jika enfeksi parah: 200 mg per hari.

 

 

  1. Pleurodesis

Pada efusi karna keganasan dan efusi rekuren lain, di berikan obat(tetrasiklin, kalk, dan biomisin) melalui selang interkostalis untuk meletakan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali. (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 114)

 

  1. Diagnosa Keperawatan
  2. A. Bersihan jalan nafas, Ketidak efektifan(PPNI, 2016, hal. 18)

definisi: ketidak mampuan membersikan atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas.

Penyebab:

Fisiologis

  1. Spesme jalan nafas
  2. Hipersekresi jalan nafas
  3. Difusi neuromuskuler
  4. Benda asing dalam jalan nafas
  5. Adanya jalan nafas buatana
  6. Sekresi yang tertahan
  7. Hiperplasia dinding jalan nafas
  8. Proses infeksi
  9. Respon alergi
  10. Efek agen faramakologis (mis. anastesi)

 situasional

  1. Merokok aktif
  2. Merokok pasif
  3. Terpajen polutan

Gejala dan tanda mayor

Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif

  1. Batuk tidak efektif
  2. Tidak mampu batuk
  3. Sputum berlebih
  4. Mengi, wheezing dan ronkhi kering
  5. Mekonium di jalan nafas (pada neonatus)

Gejala dan tanda minor

Subjektif

  1. Dispnea
  2. Sulit bicara
  3. Ortopena

Objektif

  1. Gelisah
  2. Sianosis
  3. Bunyi nafas menurun
  4. Frekuensi nafas berubah
  5. Pola nafas berubah

Kondisi klinis terkait

  1. Goliann barre sindrome
  2. Sklerosis multipel
  3. Myasthenia gravis
  4. Prosedur diagnostik (mis. bronkoskopi, transesophageal echokardiography [TEE] )
  5. Depresi sistem syaraf pusat
  6. Cidera kepala
  7. Stroke
  8. Kuadriplegia
  9. Sindrom aspirasi mekonium
  10. Infeksi saluran nafas
  11. Pola Napas, Ketidak efektifan(PPNI, 2016, hal. 26)

Adalah inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberikan fentilasi adekuat.

Penyebab

  1. Depresi pusat pernafasan
  2. Hambatan upaya nafas ( miss. nyeri saat bernafas, kelemahan otot pernafasan)
  3. Deformitas dinding dada
  4. Deformitas tulang dada
  5. Ganguuan neuromuskuler
  6. Gangguan neurologis (mis. elektroensefalogram [EEG] positif, cidera kepala, gangguan kejang)
  7. Imaturitas neurologis
  8. Penurunan energi
  9. Obesitas
  10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
  11. Sindrom hipoventilasi
  12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan syaraf C5 keatas)
  13. Cidera pada medula spinalis
  14. Efek agen farmakologis
  15. Kecemasan

Gejala dan tanda mayor 

Subjektif

  1. Dispnea

Objektif                                        

  1. Penggunaan otot bantu pernafasan
  2. Fase ekspirasi memanjang
  3. Pola nafas abnormal (miss. takipnea, bradipnea, hipeventilasi, kussmaul, cheyne-strokes)

Gejala dan tanda minor

Subjektif

  1. Ortpnea

Objektif

  1. Pernafasan pursed-lip
  2. Pernafasan cumping hidung
  3. Diameter toraks anterior-posterior meningkat
  4. Fentilasi semenit menurun
  5. Kapasitas fital menurun
  6. Tekanan ekspirasi menurun
  7. Tekanan inspirasi menurun
  8. Ekskursi dada menurun

Kondisi klinis terkait

  1. Deprei sistem saraf pusat
  2. Cedera kepala
  3. Trauma thoraks
  4. Gullian barre syndrome
  5. Mutiple sclerosis
  6. Myasthenia gravis
  7. Stroke
  8. Kuatdriplegia
  9. Inthoksikasi alkohol
  10. Intoleran aktivitas, (PPNI, 2016, hal. 128)

Ketidak cukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari

Penyebab

  1. Ketidak seimbangan antara suplai dan keseimbangan oksigen
  2. Tirah baring
  3. Kelemahan
  4. Imobilitas
  5. Gaya hidup monoton

Gejala dan tanda minor

Subjektif

  1. Mengeluh lelah

 

Objektif

  1. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat

Gejala dan tanda minor

Subjektif

  1. Dispenea saat aktifitas
  2. Merasa tidak nyaman setelah beraktifitas
  3. Meras lelah

Objektif

  1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
  2. Gambaran EKG ,menunjukan aretmia saat aktivitas
  3. Gambarkan EKG menunjukan iskemia
  4. Sianosis

Kondisi klinis terkait

  1. Anemia
  2. Gagal jantung kongesif
  3. Penyakit jantung koroner
  4. Penyakit kutup kjantung
  5. Arimia
  6. Penyakit paru obstruptiv kronis (PPOK)
  7. Gangguan metabolik
  8. Gangguan muskuloskletal

 

 

  1. Gangguan pertukaran gas

Kategori: fisiologis

Subkategori: respirasi

 Definisi

Kelebihan atau kekurangan ogsigen dan/atau elemininasi karbon diogsida pada membran alveolus-kapiler.

Penyebab :

  1. Ketidak seimbangan ventilasi-perfusi
  2. Perubahan membran alveolus-kapiler

Gejala dan tanda mayor

Subjektif

  1. Dispnea

Objektif

  1. PCO2 meningkat/menurun
  2. PO2 menurun
  3. Takikardia
  4. pH arteri meningkat/menurun
  5. Bunyi nafas tambahan

Gejala dan tanda minor

Subjektif

  1. Pusing
  2. Penglihatan kabur

Objektif

  1. Sianosis
  2. Diaforesis
  3. Gelisah
  4. Napas cuping hidung
  5. Pola nafas abnormal (cepat,lambar,reguler/ireguler,dalam/dangkal)
  6. Warna kulit abnormal (mis, pucat, kebiruan )
  7. Kesadaran menurun

Kondisi klinis terkait

  1. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
  2. Gagal jantung kongestif
  3. Asma
  4. Pneomonia
  5. Tuberkulosis paru
  6. Penyakit membran hialin
  7. Asfiksia
  8. Persintent pulmonary hypertension of newborn (PPHN)
  9. Prematuritas
  10. Infeksi saluran nafas

 

 

  1. Interfensi keperawatan
  2. Bersihan jalan napas , ketidak efektifan (Wilkinson, 2016, hal. 24)
  3. Tujuan: : Menunjukan bersihan jalan napas yang efektif, yang dibuktikan oleh pencegahan aspirasi, status pernapasan, dan kepatenan jalan napas.
  4. Kriteria hasil
  5. Batuk efektif
  6. Mengeluarkan secret secara efektif
  7. Mempunyai jalan napas yang paten
  8. Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih:26
  9. Aktifitas keperawatan
  10. kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut.
  11. Keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain
  12. Keefektifan obat yang di programkan
  13. Hasil oksimetri nadi
  14. Kecenderungan dengan gas darah arteri, jika tersedia
  15. Frekuensi, kedalaman, dan upaya pernafasan
  16. Faktor yang berhubungan, seprti nyeri, batuk tidak efektif, mucus kental, dan keletihan (Wilkinson, 2016, p. 26):
  17. Penyuluhan pasien dan keluarga
  18. jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (oksigen, mesin penghisapan, spinometer, inhaler, dan intermittent positif pressure breathing [IPPB] ).
  19. Iinformasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan merokok di dalam ruang perawatan
  20. Intruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk memudahkan pengeluaran secret
  21. Ajarkan pasien untuk mengggan jalalluka insisi pada saat batuk
  22. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum, seperti warna, karakter, jumlah, dan bau.
  23. Penghisapan jalan napas (NIC): instruksikan pada pasien dan keluarga tentang cara penghisapan jalan napas, jika perlu. (Wilkinson, 2016, p. 26)
  24. Pola napas, ketidakefektif (Wilkinson, 2016, hal. 61)
  25. Tujuan/Kreteria hasil : Menunjukan status pernafasan: ventilasi tidak terganggu, yang di buktikan indicator sebagai berikut (gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, tidak ada gangguan):
  26. Kriteria hasil
  27. Menunjukan pernafasan optimal pada saat terpasang ventilator mekanis
  28. Mempunyai kecepatan irama napas dalam batas normal
  29. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
  30. Meminta bantuan pernafasan saat di butuhkan
  31. Mampu menjelaskan rencana perawatan untuk di rumah
  32. Mengiden tifikasi faktor (alergen) yang memicu ketidak efektifan pola napas, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya(Wilkinson, 2016, p. 61)
  33. Aktifitas keperawatan
  34. Pantau adanya pucat dan sianosis
  35. Pantau efek obat pada status pernafasan
  36. Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di sangkar iga
  37. Kaji kebutuhan insersi jalan napas
  38. Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien yang terpasang fentilator
  39. Pemantauwan pernafasan (NIC)

Pantau kecepatan, irama, kedalama upaya pernafasan (Wilkinson, 2016, p. 62)

  1. Penyuluhan untuk pasien atau keluarga
  2. Informasikan kepada pasien tentang teknik relaksai untuk memperbaiki pola pernafasan
  3. Diskusikan rencana perawatan di rumah, pengobatan, peralatan, pendukung, tanda dan gejala komplikasi yang dapat di laporkan
  4. Diskusi cara menghindari allergen, sebagai contoh:

Tidak menggunakan karpet di lantai

Menggunakan alat filter elektronik pada alat perapian dan ac (Wilkinson, 2016, p. 62)

  1. Aktifitas kolaboratif
  2. Konsultasi dengan ahli pernafasan untuk memastikan keadekuatan fungsi ventilator mekanis
  3. melaporkan perubahan sensori, bunyi napas, polanapas, nilai GDA sputum dan sebagainya jika perlu sesuai protocol
  4. berikanlah terapi nebulizer ultrasonic dan udara atau oksigen yang di lembabkan sesuai prokram
  5. berikan obat nyeri untuk menentukan pola pernafasan ,uraikan jatwal (Wilkinson, 2016, p. 62)
  6. aktivitas lain
  7. hubungkan dan dokumentasikan semua data hasil pengkajian
  8. bantu pasien untuk menggunakan spirometer insentif , jika perlu
  9. tenangkan pasien selama priode gawat napas
  10. anjurkan napas dalam melalui abdomen selama priode gawat napas
  11. untuk membantu untuk memperlambat frekuensi pernafasan, bombing pasien untuk menggunakan pernafasan bibir mencucu dan pernafasan terkontrol
  12. minta pasien untuk mengubah posisi, batuk dan napas dalam
  13. informasikan kepada pasien sebelum melakukan prosedur untuk menurun kan ansietas dan meningkatkan perasaan kendali
  14. pertahankan oksigen aliran rendah dengan kanula nasal, masker atau sungkup
  15. aturposisi pasien untuk mengoptimalkan pernafasan
  16. sinkronisasikan antara pola pernafasan pasien dan kecepatan ventilasi (Wilkinson, 2016, p. 63)
  17. Intoleran aktivitas (Wilkinson, 2016, hal. 16)
  18. tujuan: : Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi aktivitas, ketahanan, penghematan energi, tingkat kelelahan, energi psikomotorik, istirahat, dan perawatan diri
  19. Kriteria hasil
  20. Mengidentifikasi aktivitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang dapat mengakibatkan intoleran aktivitas
  21. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang di butuhkan dengan peningkatan denyut jantung, frekuensi pernafasan, dan tekanan darah serta memantau pola dalam batas normal
  22. Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas (uraikan tingkat yang di harapkan dari daftar pada saran penggunaan)
  23. Mengumpulkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, obat, atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
  24. Menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari(AKS) dengan beberapa bantuan (mis.,eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk rekaman mandi)
  25. Menampilkan managemen pemeliharaan rumah dengan beberapa bantuan (mis., membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu) (Wilkinson, 2016, p. 16)

 

 

 

 

  1. AKTIVITAS KEPERAWATAN
  2. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI
  3. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
  4. Efaluasi motifasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
  5. PENYULUHAN UNTUK PASIEN/ KELUARGA
  6. Penggunaan teknik nafas terkontrol selama aktivitas
  7. Mengenali tanda dan gejala intoleran aktivitas,termasuk kondisi yang perlu di laporkan kepada dokter
  8. Pentingnya nutrisi yang baik
  9. Penggunaan peralatan, sepeti ogsigen, selama aktivitas
  10. Penggunaan teknik relaksasi(mis.,distraksi, fisualisai)selama aktivitas
  11. Dampak intoleran aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam keluarga dan tempat kerja
  12. Tindakan untuk menghemat energy, sebagai contoh: menyimpan alat atau benda yang sering digunakan di tempat mudah di jangkau
  13. Managemen energi(NIC): ajarkan kepada pasien dan orang terdekat tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan konsumsi ogsigen (mis., pemantauan mandiri dan teknik langkah untuk malakukan AKS).
    1. Ajarkan tentang aktivitas dan teknik managemen waktu untuk mnecegah kelelahan (Wilkinson, 2016, p. 17)
    2. Aktivitas kolaboratif.
  14. Berikanlah pengobatan nyeri sebelum aktifitas apabila nyeri merupakan salah satu faktor penyebab
  15. Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, (untuk latihan ketahanan), atau rekreasi untuk merencanakan dan memantau program aktivitas,jika perlu
  16. Rujukan pasien ke ahli gizi untuk perencanaa diet guna meningkatkan asupan makanan yang kaya energi. rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan penyakit jantung(Wilkinson, 2016, p. 18)

                

 

 

  1. Aktivitas lain
  2. Hindari menjatwalkan pelaksanaan aktivitas perawatan selama periode istirahat.
  3. Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar,duduk, berdiri, dan ambulasi, sesuai toleransi.
  4. Pantau tanda-tanda vital sebelum, selama, dan setelah aktivitas, hentikan aktivitas jika tanda fital tidak dalam rentan normal bagi pasien atau jika tanda-tanda bahwa aktivitas tidak dapat di toleransi(nyeri dada, pucat, fertigo,dyspnea)
  5. Rencanakan aktivitas bersama pasien dan keluarga yang meningkatkan kemandirian dan ketahanan, sebagai contoh:
    1. Anjurkan periode untuk istirahat dan aktivitas secara bergantian, buat tujuan tang sederhana,realistis, dan dapat di capai oleh pasien yang dapat meningkatkan kamandirian dan harga diri.

 

  1. Gangguan pertukaran gas(Wilkinson, 2016, hal. 186)
  1. Tujuan: gangguan pertukaran gas akan berkurang, yang di butikan oleh tidak terganggunya respon alergi, sistematik, dan asam basah,
  2. Kriteria hasil
  1. Memiliki eksansi yang simetris
  2. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
  3. Tidak menggunakan pernafasan bibir mancucu
  4. Tidak mengalami nafas dangkal atau ortopnea
  5. Aktifitas keperawatan
  6. Kaji suara paru frekuensi nafas, kedalaman nafas, dan usaha nafas
  7. Pantau saturasi ogsigen dengan oksimeter nadi
  8. Pantau kadar elektrolit
  9. Obserfasi terhadap sianosis,trauma membran mukosa mulut
  10. Penyuluhan untuk pasien kluarga
  11. Jelaskan penggunaan alat bantu yang di perlukan (misalkan: ogsigen, menghisap, spirometer, dan IPPB)
  12. Ajarkan kepada pasien teknik bernafas dan relaksasi
  13. Jelaskan kepada pasien dan keluarga alasan pemberian ogsigen dan tindakan lainya
  14. Infirmasikan kepada klien dan keluarga bahwa merokok itu di larang.
  15. Ativitas kolaboratif
  16. Konsultasikan dengan dokter tentang pentingnya pemeriksaan gas darah arteri dan penggunaan alat bantu di ajurkan sesuai dengan adanya perubahan kondisi pasien.
  17. Laporkan perubahan pada data pengkajian terkait (misalnya sensorium pasien, suara nafas, pola nafas, analisis gas darah arteri, sputum, dan evek obat
  18. Aktifitas lain
  19. Jelaskan kepada pasien sebelum pelaksanaan prosedur, untuk menurunkan ansieatas dan meningkatkan rasa kendali
  20. Beri penanganan kepada pasien selama periode gangguan atau kecemasan
  21. Lakukan higiene secara teratur
  22. Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi ogsigen (misalnya pengendalian demam dan nyeri, mengiurangi ansieatas)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Singapura: Elsevier.

Irianto, K. (2013). Anana Tomi dan Fisiologi. Bandung: ALFABETA, cv.

Jeffrey M. C. (2012). Kedaruratan Medik. Tangerang: Binapura Aksara.

Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nik-Nok. Jogjakarta: Media Aktion.

Padila. (2012). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia .

Somantri, I. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: kedokteran.

About samoke2012

Staf Pengajar di Prodi Diploma III Keperawatan Akademi Kesehatan Rustida Banyuwangi
This entry was posted in Keperawatan Medikal Bedah. Bookmark the permalink.

Leave a comment